Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan ”pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen” termasuk penghitungan besarnya Uang Tebusan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak dan besarnya Tunggakan Pajak yang harus dilunasi.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Pembetulan menurut ayat ini dilaksanakan apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang perlu dibetulkan sebagaimana mestinya.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Penyampaian Surat Pernyataan kedua atau ketiga dilakukan dalam rangka memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak antara lain untuk:

  1. mengungkapkan penambahan Harta yang belum disampaikan dalam Surat Pernyataan atau pengurangan Harta yang telah disampaikan dalam Surat Pernyataan;
  2. mengungkapkan perubahan penghitungan Uang Tebusan karena Wajib Pajak melakukan perubahan dari semula menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi tidak mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu yang ditentukan;
  3. mengungkapkan perubahan penghitungan Uang Tebusan karena Wajib Pajak melakukan perubahan dari semula menyatakan tidak akan mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu yang ditentukan.

Dalam hal Wajib Pajak melakukan perubahan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan/atau huruf c, tarif Uang Tebusan yang semula menggunakan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) menjadi menggunakan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).

Ayat (9)

Ketentuan ini mengatur cara penghitungan Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan yang kedua atau ketiga.

Yang dimaksud dengan “Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya” adalah:

  1. dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan yang ketiga, “Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya” adalah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan yang kedua; atau
  2. dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan yang kedua, “Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya” adalah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan yang pertama.

Contoh:

Wajib Pajak melaporkan Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam Surat Pernyataan pertama yang disampaikan, diungkapkan bahwa:

  1. nilai Harta bersih pada 31 Desember 2015 adalah Rp15.000.000.000,00;
  2. nilai Harta bersih dalam SPT PPh Terakhir adalah Rp5.000.000.000,00;
  3. dasar pengenaan Uang Tebusan adalah:
    Rp15.000.000.000,00
    Rp 5.000.000.000,00
    Rp10.000.000.000,00;
  4. Uang Tebusan yang dibayar adalah:
    2% x Rp10.000.000.000,00 = Rp200.000.000,00.

Atas Surat Pernyataan pertama, diterbitkan Surat Keterangan pertama yang mencantumkan Uang Tebusan sebesar Rp200.000.000,00, dengan dasar pengenaan Uang Tebusan Rp10.000.000.000,00.

Karena terdapat Harta yang belum diungkapkan, Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan kedua yang disampaikan dalam kurun waktu bulan keempat sampai dengan 31 Desember 2016, diungkapkan bahwa:

  1. nilai Harta bersih per 31 Desember 2015 adalah Rp35.000.000.000,00 (termasuk Harta tambahan sebesar Rp20.000.000.000,00);
  2. nilai Harta bersih dalam SPT PPh Terakhir adalah Rp5.000.000.000,00;
  3. Dasar pengenaan Uang Tebusan adalah:
    Rp35.000.000.000,00 – Rp5.000.000.000,00 = Rp30.000.000.000,00;
  4. Dasar pengenaan Uang Tebusan yang telah dicantumkan dalam Surat Keterangan atas Surat Pernyataan pertama adalah Rp10.000.000.000,00;
  5. Dasar pengenaan Uang Tebusan yang harus dibayar dalam Surat Pernyataan kedua adalah:
    Rp30.000.000.000,00 – Rp10.000.000.000,00 = Rp20.000.000.000,00;
  6. Uang Tebusan yang dibayar adalah:
    3% x Rp20.000.000.000,00= Rp600.000.000,00.

Atas Surat Pernyataan kedua, diterbitkan Surat Keterangan kedua yang mencantumkan Uang Tebusan sebesar Rp600.000.000,00.

Dalam hal Wajib Pajak tersebut di atas mengungkapkan kembali Harta pada periode yang sama dengan Surat Pernyataan pertama maka:

  1. besarnya tarif Uang Tebusan adalah sama dengan tarif Uang Tebusan pada Surat Pernyataan pertama; dan
  2. pengungkapan kembali Harta merupakan Surat Pernyataan kedua.

Apabila menggunakan contoh penghitungan di atas maka Uang Tebusan yang harus dibayar ke kas negara yang dicantumkan dalam Surat Pernyataan kedua adalah:
2% x Rp20.000.000.000,00 = Rp400.000.000,00.

Ayat (10)

Cukup jelas.

LEAVE A COMMENT