Pasal 5

Ayat (1)

Dalam hal Wajib Pajak baru memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak pada tahun 2016 dan belum menyampaikan SPT Tahunan PPh Terakhir, tambahan Harta bersih yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan seluruhnya diperhitungkan sebagai dasar pengenaan Uang Tebusan.

Ayat (2)

Pada prinsipnya Pengampunan Pajak diberikan atas kewajiban perpajakan yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak, yang terepresentasi dalam Harta yang belum pernah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir. Besarnya dasar pengenaan Uang Tebusan adalah Harta tambahan yang belum pernah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir dikurangi dengan Utang yang terkait dengan perolehan Harta tambahan tersebut.

Ketentuan ini mengatur cara penghitungan Uang Tebusan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak yang mengajukan Surat Pernyataan.

Contoh 1:

Wajib Pajak A hanya memiliki Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2015 (SPT PPh Terakhir) Wajib Pajak melaporkan:

a. Nilai Harta Rp15.000.000.000,00
b. Nilai Utang Rp5.000.000.000,00 _
c. Nilai Harta bersih Rp10.000.000.000,00

Dalam Surat Pernyataan yang disampaikan pada periode bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku, diketahui bahwa:

a. Nilai Harta Rp20.000.000.000,00
b. Nilai Utang Rp6.000.000.000,00 _
c. Nilai Harta bersih Rp14.000.000.000,00

Dengan demikian dasar pengenaan Uang Tebusan adalah:
Rp14.000.000.000,00 – Rp10.000.000.000,00 = Rp4.000.000.000,00.

Penghitungan Uang Tebusan:
Tarif pada periode bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku adalah 2% (dua persen);

Dasar pengenaan Uang Tebusan adalah Rp4.000.000.000,00;
Uang Tebusan yang harus dibayar: 2% x Rp4.000.000.000,00 = Rp80.000.000,00.

Contoh 2:

Wajib Pajak B mengikuti program Pengampunan Pajak bermaksud mengalihkan sebagian Harta dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia namun dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2015 (SPT PPh Terakhir) Wajib Pajak B hanya melaporkan Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan rincian sebagai berikut:

a. Nilai Harta Rp15.000.000.000,00
b. Nilai Utang Rp5.000.000.000,00 _
c. Nilai Harta bersih Rp10.000.000.000,00

Dalam Surat Pernyataan yang disampaikan pada periode bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku, diungkapkan bahwa:

  1. Total nilai Harta Wajib Pajak pada tanggal 31 Desember 2015 adalah Rp50.000.000.000,00 terdiri atas:
    1. Nilai Harta dalam SPT PPh Terakhir sebesar Rp15.000.000.000,00;
    2. Nilai Harta yang belum dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir sebesar Rp35.000.000.000,00, terdiri atas:
      1. Nilai Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar Rp12.000.000.000,00;
      2. Nilai Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar Rp23.000.000.000,00;
  2. Total nilai Utang Wajib Pajak pada tanggal 31 Desember 2015 adalah Rp14.000.000.000,00 terdiri atas:
    1. Nilai Utang dalam SPT PPh Terakhir sebesar Rp5.000.000.000,00;
    2. Nilai Utang yang belum dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir sebesar Rp9.000.000.000,00, terdiri atas:
      1. Nilai Utang yang berkaitan dengan Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar Rp3.000.000.000,00;
      2. Nilai Utang yang berkaitan dengan Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar Rp6.000.000.000,00;
  3. Nilai Harta bersih pada saat penyampaian Surat Pernyataan:
    1. Nilai Harta bersih yang berkaitan dengan Harta yang akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah:
      Rp12.000.000.000,00 – Rp3.000.000.000,00 = Rp9.000.000.000,00;
    2. Nilai Harta bersih yang berkaitan dengan Harta di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah:
      Rp23.000.000.000,00 – Rp6.000.000.000,00 = Rp17.000.000.000,00.

Dengan demikian dasar pengenaan Uang Tebusan untuk:

  1. Harta yang akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar:
    Rp9.000.000.000,00 – 0 = Rp9.000.000.000,00
  2. Harta yang tidak akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar:
    Rp17.000.000.000,00 – 0 = Rp17.000.000.000,00

Penghitungan Uang Tebusan:

Tarif pada periode penyampaian Surat Pernyataan bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku adalah:

  1. 2% (dua persen) untuk Harta yang akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
  2. 4% (empat persen) untuk Harta yang tidak akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,

sehingga perhitungan Uang Tebusan adalah sebagai berikut:

  1. untuk Harta yang akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia:
    2% x Rp9.000.000.000,00= Rp180.000.000,00.
  2. untuk Harta yang tidak akan dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia:
    4% x Rp17.000.000.000,00= Rp680.000.000,00.

Dengan demikian, total Uang Tebusan yang dibayar oleh Wajib Pajak adalah:
Rp180.000.000,00 + Rp680.000.000,00 = Rp860.000.000,00

Ayat (3)

Dalam hal Utang yang terkait dengan perolehan Harta tambahan telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir, Utang tersebut tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta tambahan dalam Surat Pernyataan.

LEAVE A COMMENT